BUSANA PENGANTIN YOGYA
Busana pengantin Yogya memiliki kekhasan pada lembaran dodot kampuh, cinde,
dan batik yang melekat erat yang memancarkan keagungan gaya bangsawan. Ragam
corak busana pengantin tradisi Keraton Yogyakarta :
Yogya Putri
Busana
pengantin Yogya Putri biasanya dikenakan pada saat upacara sepasaran atau
sepekanan sehingga busana ini dapat disebut juga sebagai busana corak
sepasaran. Sepasaran adalah hari ke lima setelah upacara panggih. Pada zaman
dahulu busana pengantin Yogya Putri ini dipakai oleh pengantin putra dan putri
Dalem pada waktu berkunjung ke Gubernur Belanda. Waktunya antara hari ke-5 dan
ke-35. Hari ke-35 setelah upacara panggih disebut dengan selapanan
Mempelai wanita mengenakan kebaya modern beludru
panjang yang berhias bordir keemasan, kain batik prada, sanggul tekuk yang
berhias mentul besar. Mempelai pria mengenakan baju sikepan, kain prada, dan
kuluk kanigara.
Paes Ageng Kebesaran atau Paes Ageng
Mempelai putri mengenakan dodot atau kampuh dengan perhiasan, paes hitam dengan prada, rambut sanggul bokor dengan gajah ngolig. mempelai pria mengenakan kuluk, ukel ngore –buntut rambut menjuntai– yg dilengkapi sisir dan cundhuk mentul kecil.
Mempelai putri mengenakan dodot atau kampuh dengan perhiasan, paes hitam dengan prada, rambut sanggul bokor dengan gajah ngolig. mempelai pria mengenakan kuluk, ukel ngore –buntut rambut menjuntai– yg dilengkapi sisir dan cundhuk mentul kecil.
Busana Paes Ageng disebut juga dengan busana Basahan. Busana pengantin Paes Ageng dipakai oleh putra-putri Sri Sultan Hamengku Buwana pada perkawinan agung di dalam Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Disebut Paes Ageng karena busana tersebut dipakai pada saat perkawinan agung. Busana paes Ageng digunakan untuk perjamuan pada saat upacara Panggih, yaitu upacara bertemunya kedua mempelai. Namun pada masa sekarang busana tersebut biasa dipakai pada saat upacara Panggih sampai upacara Pahargyan (resepsi pengantin), yang bertujuan untuk kepraktisan, pengantin tidak perlu berkali-kali berganti pakaian.
Paes Yogya tradisional mengenakan prada,tata rambut tanpa sunggar, sanggul bentuk bokor mengkurep, berhias lima buah cunduk mentul, rajut melati dan gajah ngolig, perhiasan kalung susun tiga, gelang tangan dan kelat bahu
Paes Ageng Kanigaran
sekilas seperti Yogya Jangan Menir. Yang membedakan ialah penggunaan dodot kampuh melapisi kain cinde warna merah keemasan. Kebaya beludru hitam panjang berhias benang keemasan yg menyatu dgn dodot kampuh, cinde, dan detil pada riasan.
Pada busana pengantin Paes Ageng pengantin pria mengenakan kuluk atau tutup kepala atau mahkota warna biru, tanpa baju, bercelana cinde, dan sandal selop, kain dodot dua lapis. Pada pending atau ikat pinggang diselipkan keris, hiasan dada berbentuk bulan sabit bertingkat, kalung rantai panjang dan kelat bahu. Sedangkan busana pengantin wanita tatarias rambut sangat khas yaitu rambut sanggul bokor mengkureb dengan gajah ngolig, berhias lima buah cunduk mentul, rajut melati, gelang tangan, danmemakai kelat bahu. Pengantin wanita tidak mengenakan baju tetapi langsung memakai semekan atau penutup dada, hiasan dada berbentuk bulan sabit bertingkat. Busana bawah sama seperti pengantin pria hanya berbeda teknis pengaturannya dan terdapat selendang cinde menjurai ke bawah dari pending atau ikat pinggang
Paes Ageng Jangan Menir
Busana
pengantin Busana Paes Ageng Jangan Menir juga dipakai oleh putra-putri Sri
Sultan Hamengku Buwana pada saat perkawinan agung di dalam Keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat. Busana Paes
Ageng Jangan Menir digunakan untuk upacara boyongan pengantin wanita ke
kediaman pengantin pria, yaitu semalam sesudah peresmian.
Pada masa sekarang ini, busana pengantin Paes Ageng Jangan Menir juga dapat digunakan oleh para pengantin pada umumnya, bukan hanya di kalangan Keraton saja yang mengenakannya. Jadi, pengantin dari kalangan manapun boleh mengenakan busana pengantin Paes Ageng Jangan Menir ini dan dari pihak Keratonpun tidak melarangnya.
Busana pengantin Paes Ageng Jangan Menir menggunakan mahkota berwarna hitam kotak-kotak, memakai jas tutup dan hiasan dada berbentuk bulan sabit bertingkat. Busana bawahnya yaitu bebed dan tidak memakai dodot, tetapi menggunakan kain wiron. Busana wanita, tata rias rambut dan hiasannya yaitu cunduk mentul, memakai baju panjang, hiasan dada berbentuk bulan sabit dan bros. busana bawahnya yaitu kain nyamping wiron dan cinde menjurai ke bawah yang dimulai dari pending
Pada masa sekarang ini, busana pengantin Paes Ageng Jangan Menir juga dapat digunakan oleh para pengantin pada umumnya, bukan hanya di kalangan Keraton saja yang mengenakannya. Jadi, pengantin dari kalangan manapun boleh mengenakan busana pengantin Paes Ageng Jangan Menir ini dan dari pihak Keratonpun tidak melarangnya.
Busana pengantin Paes Ageng Jangan Menir menggunakan mahkota berwarna hitam kotak-kotak, memakai jas tutup dan hiasan dada berbentuk bulan sabit bertingkat. Busana bawahnya yaitu bebed dan tidak memakai dodot, tetapi menggunakan kain wiron. Busana wanita, tata rias rambut dan hiasannya yaitu cunduk mentul, memakai baju panjang, hiasan dada berbentuk bulan sabit dan bros. busana bawahnya yaitu kain nyamping wiron dan cinde menjurai ke bawah yang dimulai dari pending
Pengantin putri mengenakan baju blenggen bahan bludru, pinggang dililit
selendang yang berhias pendhing, dan kuluk kanigara. Paes Ageng Jangan Menir
tidak mengenakan kain kampuh atau dodot. Hal ini digunakan untuk membedakan
dengan corak Paes Ageng Kanigaran.
Kesatrian
Busana
pengantin Kesatrian dikenakan pada saat upacara pahargyani atau resepsi pernikahan.
Busana pengantin Kesatrian merupakan busana pengantin yang paling sederhana.
Meskipun sederhana, namun busana pengantin ini tampak anggun dan berwibawa.
Busana pengantin ini bersifat mencerminkan situasi yang santai atau tidak
formal. Pada masyarakat umum busana pengantin Kesatrian biasanya juga dikenakan
pada saat upacara ngundhuh mantu atau boyongan pengantin.
Busana pengantin kesatrian pada pengantin pria mengenakan blangkon atau tutup
kepala, baju surjan kembangan, kalung panjang dengan bros di dada, jam saku
dengan rantai panjang menyilang di perut, bebed wiron, dan sandal selop.
Sedangkan pada busana pengantin wanita tata riasnya tidak banyak mengenakan
kembang goyang, baju panjang kembang tampak longgar tetapi rapi, kain nyamping
semotif dengan yang dikenakan oleh pengantin pria serta mengenakan sandal
selop.
Busana
Pengantin Kesatrian Ageng
Busana pengantin Kesatrian Ageng biasa dikenakan pada saat upacara pahargyan atau resepsi pernikahan. Busana pengentin Kesatrian ageng bersifat semi-formal. Oleh karena itu, busana ini jarang dikenakan pada saat upacara panggih atau upacara bertemunya kedua mempelai pengantin pria dan wanita. Busana pengantin Kesatrian Ageng juga dikenakan oleh Ngarsadalem dan putra-putri pangeran pada tanggal 20 malam bulan maulud. Karena busana ini selalu dikenakan pada tanggal 20 malam, busana ini juga disebut busana malem selikuran
Busana pengantin Kesatrian Ageng biasa dikenakan pada saat upacara pahargyan atau resepsi pernikahan. Busana pengentin Kesatrian ageng bersifat semi-formal. Oleh karena itu, busana ini jarang dikenakan pada saat upacara panggih atau upacara bertemunya kedua mempelai pengantin pria dan wanita. Busana pengantin Kesatrian Ageng juga dikenakan oleh Ngarsadalem dan putra-putri pangeran pada tanggal 20 malam bulan maulud. Karena busana ini selalu dikenakan pada tanggal 20 malam, busana ini juga disebut busana malem selikuran
Mempelai wanita mengenakan Paes Yogya Putri, kebaya panjang bahan lace dan
kain batik prada, bersanggul gelung tekuk. Mempelai pria mengenakan beskap
putri dengan kain batik prada dan blangkon.
Tradisi dan Kontemporer
perpaduan Paes Ageng pada tata rias dengan kebaya panjang berkerah Victorian
lengkap dengan kain prada. Atau, riasan Paes Ageng dengan kebaya panjang lace
putih aplikasi payet hijau lumut dan kain batik prada